Pulau Natal (Territory of Christmas Island)
Meskipun letak geografisnya lebih dekat dengan Pulau Jawa, pulau ini berada di bawah kepemilikan Australia. Pulau ini berada di Samudra Hindia terletak 2.600 kilometer (1.600 mil) dari arah barat laut kota Perth, Australia Barat, 500 km (310 mil) dari arah selatan Jakarta, Indonesia dan 975 km (606 mil) dari Kepulauan Cocos (Keeling).
Pulau ini memiliki populasi sebesar 1.402 warga yang tinggal di sejumlah "daerah pemukiman" di ujung utara pulau: Flying Fish Cove (juga dikenal sebagai Kampung), Kota Perak, Poon Saan, dan Drumsite.
Pulau ini terisolasi secara geografis dan jauh dari jangkauan manusia hingga abad ke-19. Tidak mengherankan jika berbagai flora dan fauna endemik di pulau ini relatif tidak terganggu. Kondisi ini merupakan hal yang penting untuk para ilmuwan dan naturalists.
Christmas Island Tourism Association dalam laman resminya, menulis artikel berjudul The History of Christmas Island. Artikelnya menjelaskan tentang sejarah munculnya Pulau Natal (Christmas Island) di Australia. Christmas Island atau Pulau Natal merupakan pulau kecil berbatu di Samudra Hindia yang berjarak 2.600 kilometer (1.616 mil) di barat laut Perth, Australia.
Adanya penemuan fosfat pada 1888 memandu nasib Pulau Natal ke abad-abad berikutnya. Namun, selain penemuan fosfat, Pulau Natal juga merupakan tempat yang cukup bersejarah. Lantas, mengapa dinamakan sebagai Pulau Natal atau secara internasional dikenal dengan nama Christmas Island?
Kisah itu dimulai saat Kapten William Mynors singgah dan menemukan sebuah pulau, kemudian menamai pulau itu dengan nama Natal. Alasannya, karena dia menemukannya pada 25 Desember 1643, tepat saat perayaan Natal. William Mynors adalah seorang kapten laut berkebangsaan Inggris. Dia merupakan master kapal milik East India Company (EIC) bernama Royal Mary. Kapal Royal Mary beroperasi untuk EIC sepanjang tahun 1626 hingga 1639.
Setelah penemuan pada perayaan Natal 1643, pulau itu dimasukkan dalam peta navigasi Inggris dan Belanda sejak awal abad ke-17, tetapi baru pada 1666 peta yang diterbitkan oleh kartografer Belanda Pieter Goos memasukkan pulau itu. Selang beberapa abad selanjutnya, pada 6 Juni 1888, Inggris Raya menganeksasi Pulau Natal atas desakan John Murray. Penyebabnya adalah kemunculan fosfat membuat Inggris tergiur akan klaim atas Pulau Natal.
Setelah didirikannya pemukiman bernama Flying Fish Cove beserta perusahaan fosfat, 200 buruh Tiongkok, delapan manajer Eropa, dan lima polisi Sikh, tiba di pulau itu untuk menjadi tenaga kerja, ditambah dengan sejumlah kecil orang Melayu.
Nahas, selama Perang Dunia I yang terjadi sepanjang tahun 1914 hingga 1918, penambangan fosfat berkurang. Namun, di sisi lain, jalur kereta api dari Settlement ke South Point, mulai dibangun. Pada perayaan Natal selanjutnya tahun 1942, Jepang menyerang kapal fosfat dari Norwegia yang bernama The Eidsvold di Flying Fish Cove. Hal tersebut membuat 50 keluarga Asia dan Australia dievakuasi ke Perth, kisah perayaan Natal yang cukup kelam.